Senin, 06 Januari 2014

Teaser

Ini sekilas adalah Teaser (eh, Teaser artinya apa sih? -_-) dan secara kebetulan tersirat di kepala saya, sebuah cerpen. Atau, saya pengennya sih sebuah novel. Tapi karena saya tidak memiliki dasar ilmu apapun tentang menulis yang baik dan benar, maka saya ingin meminta pendapat dari pembaca semua. What do you think?



Sebuah perempatan di suatu jalan. Lampu lalu lintas menunjukkan warna merah.
Sakunya bergetar. Ia mengecek ke kantung celana dan mengambil handphonenya. Tertulis “Message from Atiqah Avicenna”. Ah, WhatsApp dari dia, ujarnya. Lalu ia mengscroll layar handphone Android Touchscreennya, membaca pesan dari Atiqah. Membaca pesannya, lalu menekan tombol “exit” menandakan ia hanya melihat pesan itu.

Lampu sudah menunjukkan warna hijau, Dika lalu kembali melanjutkan perjalanannya, membelah lalu lintas menggunakan motor. Perhatian dia teralihkan sesaat oleh pesan dari Atiqah.
“Ka, dimana? Gw udah di tempat nih”
Sial, gumamnya. Kalau dihitung-hitung dari tempat dia berada sekarang, ia kemungkinan berada di tempat sekitar 20 menit lagi. Macet pula. Akhirnya dia memutuskan untuk menepi di pinggir jalan untuk membalas WA dari Atiqah.
“Qoh, sory gw kayaknya msh lama. Elu pesen sesuatu dulu gih hhe. Udh ada yg lain blm?”
Dua tanda ceklis, pesan terkirim, Done. Ia lalu melanjutkan perjalanan.

15 Menit Kemudian. Sebuah Kedai Teh.
Dika memarkirkan motornya di tempat parkir, segera melihat ke depan Kedai Teh tempat dia akan bertemu dengan Atiqah dan teman-teman lamanya semasa SMA. Ya, Radika Hendra Wijaya dan Atiqah Avicenna adalah teman sekelas semasa SMA di Bogor. Kini mereka terpisah. Dika kuliah di Bandung, sedangkan Atiqah kuliah di Yogyakarta. Hari ini, mereka akan reunian di kedai teh tesebut setelah lama tak bertemu selama 1 Tahun.
Dika membuka pintu kedai, menyapu pandangan kepada seluruh meja mencari wajah yang familiar. Tak terlihat siapapun. Ini ga salah kedai kan? gumamnya. Ia mengambil handphone, membuka WA dengan Atiqah, sampai tiba-tiba..
“Maaf mas, mau pesan apa?” terdapat suara wanita di belakangnya.
“Engga mba, saya lagi...”
Belum selesai balasan dari Dika, ia menoleh ke belakang dan tertawa. Ternyata yang bicara tadi adalah Atiqah.
“Eh Teko lu dasar! Ngagetin aja, hahaha”
Ya, panggilan Dika untuk Atiqah adalah ‘Teko”, pelesetan dari namanya, walaupun pelesetannya itu sangat jauh...
“Kaget ya? Hahaha. Yuk ke belakang, kita kumpul disana.” Jawab Atiqah. Dika mengangguk.

Di perjalanan menuju meja, Dika memperhatikan Atiqah secara diam-diam...


Rabu, 14 Agustus 2013

Fisika Eksperimen I

Berikut merupakan Laporan Akhir Praktikum Fisika Eksperimen I yang dilaksanakan pada Semester 3 dan Semester 4 pada Program Studi Fisika FMIPA Universitas Padjadjaran.

Fisika Eksperimen IA
Rotator Harmonis
(Kata kunci: Osilasi, Gerak Harmonik)

Tara Mekanik Panas
(Kata kunci: Mekanik, Energi, Transfer Energi, Kalor)

Pemuaian Zat Cair dan Anomali Air
(Kata kunci: Pemuaian, Anomali Air)

Osiloskop
(Kata Kunci: Osiloskop, Sinyal)

Fisika Eksperimen IB
Konstanta Dielektrik Berbagai Bahan
(Kata kunci: Dielektrik, Muatan dan Medan Listrik, Polarisasi)

Dispersi dan Daya Prisma
(Kata kunci: Dispersi, Prisma, Cahaya, Penguraian Cahaya, Difraksi, Refraksi)

Refraktometer ABBE
(Kata kunci: Cahaya, Refraksi, Indeks Bias)

Pembiasan dan Pemantulan Gelombang
(Kata kunci: Gelombang)

Polarimeter
(Kata kunci: Cahaya, Polarisasi)


Harapan saya dengan membagikan Laporan ini agar dapat mempermudah kawan-kawan yang sedang mencari referensi terkait.
(Pesan Pribadi: Jadikan ini sebagai referensi ya, jangan copy-paste.)

Sabtu, 29 Desember 2012

Konsisten

kon·sis·ten /konsistén/ a 1 tetap (tidak berubah-ubah); taat asas; ajek; 2 selaras; sesuai: perbuatan hendaknya -- dng ucapan (http://www.kbbi.web.id/index.php?w=konsisten)

Kalau menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Konsisten berarti tetap (tidak berubah-ubah), selaras. Ini bisa diartikan dalam kehidupan sehari-hari sebagai melakukan sesuatu hal yang tetap.

Disini mengapa saya mengangkat topik konsisten adalah karena keambiguan dari kata Konsisten itu sendiri, yang baru disadari baru-baru ini. Sekarang jika kasusnya begini: Ada seseorang yang mengakui bahwa dirinya tidak konsisten. Dia mengakui bahwa dirinya suka beribadah secara rajin dan mendalam, namun dia juga suka melakukan maksiat. Ketika menyadari dia telah melakukan maksiat, dia menyadari bahwa itu salah dan kembali beribadah. Namun saat kedalaman beribadahnya kurang dan ada kesempatan, ia kembali melakukan maksiat. Dia mengeluhkan bahwa dirinya 'amat sangat tidak konsisten' karena terus menerus mengulangi hal itu. Hal ini ia akui sudah terjadi sejak lama, sejak ia masih kecil. Di saat terpikirkan, Ia menyalahkan dirinya karena merasa tidak konsisten.

Ia tidak menyadari, bahwa kegiatan yang ia katakan 'tidak konsisten' itu telah membentuk suatu pola. Ibadah lalu maksiat, menyesal, lalu beribadah. Lalu maksiat, begitu seterusnya. Terus menerus. Dengan kata lain, secara otomatis dirinya bisa dikatakan "konsisten", iya kan? Karena terus melakukan dua hal itu secara berulang-ulang secara periodik dalam waktu yang lama. Ya, benar. Ia konsisten dalam melakukan dua hal yang berlawanan.

Dalam hal ini, mungkin ia terlalu menghukum dirinya sendiri karena fokus menganggap dirinya tidak konsisten tanpa menyadari bahwa sesungguhnya dirinya telah konsisten. Yah, konsisten dalam keburukan. Ia hanya konsentrasi untuk membuat dirinya Konsisten, tanpa membuat secara spesifik Konsisten apa yang ia mau. Karena jika dengan keadaan diatas pun dia sudah konsisten, iya kan?

Yang harus dilakukannya, adalah Konsisten untuk Beribadah, Konsisten untuk Meninggalkan Maksiat, Konsisten untuk Kebaikan, sehingga perlahan Kekonsistenannya bisa meninggalkan Konsistennya yang dulu...

Selasa, 27 November 2012

Waktu Itu Aneh

Waktu itu Aneh, benarkah?

Maksudnya aneh disini adalah, mari kita flashback ke tulisan yang pernah saya buat di Tumblr pada tanggal 11 Januari 2010.

"topik pertama yang ingin saya bahas adalah ini. terkadang, momen-momen indah, momen momen seperti bersama keluarga, tertawa bersama. atau momen seperti bersama pasangan (ehem ehem batuk), dan banyak lagi. well, saat saya berada dalam momen itu, saya merasa… mengambang. entahlah, seperti terjadi namun tidak terjadi, seolah-olah anda berasa di dimensi yang berbeda. saya berusaha untuk meresapi momen ini padahal ini sudah saya tunggu-tunggu sejak lama. waktu terasa berputar lebih cepat. mungkin ini akibat perasaan yang tidak percaya bahwa saya memang sedang ada disitu. terkadang saya ingin menampar pipi saya, agar saya sadar. namun, yang paling penting lagi adalah ini. ketika semua selesai, misalkan anda sudah sampai rumah, semua terasa seperti… masa lalu. yaudah, yang tadi udah terjadi, kemarin ya kemarin, tadi ya tadi, udah aja. anda mencoba untuk mengulang momen itu, tapi ya pasti ga sama. anda harus sadar bahwa yang tadi udah menjadi bagian dari masa lalu hidup anda, setelah itu anda harus siap untuk melihat kedepan. entahlah, saya gasuka ini."

Nah sedikit update setelah hampir tiga tahun berlalu, versinya jadi sedikit berbeda. Kali ini, saya bukan merasa mengambang, tapi hambar. Gaada rasa apa-apa. Lalu saya mengecilkan skala saya. Maksudnya, misalkan ketika akan melewati hari yang berat di pagi hari, saya berpikir "Ah nanti juga berlalu kok, nanti malem juga saya bakal berada di kamar lagi, tiduran". Dan anehnya, benar terjadi! Gak aneh sih, tapi yah begitu. Saya seperti melewatkan sebuah proses, padahal proses lah yang paling penting, bukan input ataupun outputnya.

Sudah tiga tahun berlalu, sepertinya saya hanya melakukan kemajuan yang sedikit. Saya sampai search "tentang waktu" atau "keanehan waktu" tapi sedikit yang membahas topik ini. Apakah memang sehebat itukah sang waktu? Okey, kalau skalanya kita perbesar, misalkan dari dulu SMP hingga sekarang Kuliah jelas terasa.

Sekarang, mari kita coba analisa apa permasalahannya. Apakah saya kurang menghargai sang waktu? Yang pasti, saya tidak bisa mempermainkan waktu. Karena Waktu adalah salah satu hal yang kekal, seperti energi. Jika energi tidak dapat diciptakan maupun dimusnahkan, Waktu tidak dapat dimajukan, dimundurkan, diprediksi, atau dihapus.

Bagaimana cara menghargai sang waktu? Diri saya pun dari waktu ke waktu terus berubah, saya menulis ini pun kebetulan saja, apa yang terlintas di kepala saya. Mungkin tulisan ini terlalu melankolis (jarang-jarang saya melankolis gini) dan blog ini menjadi 'sampah' yang tepat untuk menumpahkan ke-melankolis-an saya.


Tulisan saya hentikan di sini dulu...

Senin, 27 Agustus 2012

Help

"..And writing a blog about everything that happens to you will honestly help you."
(Therapist to John Watson in BBC Sherlock)

So, does it work for me?
Apa kabar blog ini?
Tidak. Pertanyaan yang lebih tepat adalah: Apa kabar dirimu, dit?

Baik?
Buruk?
Luar Biasa?

Kalau saat ini (Senin, 27 Agustus 2012, 22.07), tidak baik.

Gaya bahasa menulismu sedikit berubah.
Bukan, bukan karena masa lalu, bagi kawan yang membaca postingan ini. Dimana saya ingin mencoba membuka kembali buku yang sudah lama sekali, namun karena sudah lama, tak ada gunanya dibuka kembali. Bukan juga karena sebuah amanah besar yang aku pangku saat ini. Pokoknya bukan, apapun yang kamu pikirkan.

Well, mungkin ada sedikit pengaruh di mood, namun itu diibaratkan hanyalah debu di atas padang pasir, tak terdeteksi, tak ada pengaruhnya.

Jadi, masalahnya sebesar padang pasir, iyakah?

Padang pasir terluas di mana sih? Kalau Padang Mahsyar itu padang pasir juga bukan? Tempat yang aku takuti...

Tidak konsisten, apapun itu. Itulah masalahku.
Dimana aku berhasil menggunakan topeng. Bukan, bukan topeng. Mungkin jubah, yang membuat semua hal itu tidak terlihat sama sekali. Yang terlihat hanyalah 'kesolehan' yang ditimbulkan dari jubah itu.

Still, kamu tetap tidak bisa menipu satu dzat.

Nanti, waktunya akan tiba.


"..And writing a blog about everything that happens to you will honestly help you."
"Well, it helps me a bit."
"..."

Sabtu, 17 Maret 2012

Sisi Gelap

Oke, buat yang sebelumnya sudah pernah mampir ke blog saya, dan mencari-cari post yang judulnya "Sedikit Sesi Curhat.." lalu ternyata sudah tidak ada, jangan panik! Karena emang sengaja saya hapus hehe. Saya pikir-pikir mungkin tulisan saya terlalu tajam, dan kalau saya sendiri baca lagi takut rasa kesal yang dulu muncul lagi.

Mungkin saya akan coba perhalus apa maksud saya. Maksud saya adalah: Hal apa yang bisa membuat 'sisi gelap' dari seseorang keluar?

Sisi gelap? Ya, sisi yang kita tidak pernah melihatnya dalam kehidupan sehari-hari. Sisi yang membuat kita menjadi orang yang 180 derajat berbeda dari sebelumnya. Sisi yang membuat kita bukanlah kita yang biasa dikenal. Apa semua orang memiliki sisi gelap ini? Hampir semua, mungkin. Biasanya, sisi gelap muncul ketika ada sesuatu yang benar-benar, sangat tidak disukainya.

Nah dalam kasus saya, sisi hitam saya muncul ketika menyinggung kesukaan saya: otomotif, mobil, dan kawan-kawannya. Seperti contoh cerita saya dengan sahabat saya '7Friends' yang sekarang 'putus' karena sisi hitam saya keluar ketika mereka memaksa saya ikut ke acara mereka, padahal saya sudah sangat ngebet ke Indonesia International Motor Show 2010. Walaupun pada akhirnya saya ikut ke acara mereka dan tetap bisa ke IIMS, saya tetep saja kesal. Dan juga akhir-akhir ini saat ayah saya mengganti pelek mobil standar ke pelek ring 17 inci yang saya gak suka sama sekali. Hampir sebulan berlalu, saya masih rada kesal kepada ayah saya. Jika beliau membicarakan tentang mobil, saya yah diam aja sambil mangut-mangut, berbeda dibandingkan sebelumnya sangat excited bahkan sampai ngerelain uang tabungan sendiri buat beli beberapa aksesoris untuk mobil.

Ohya sebenarnya apa sih sisi gelap itu? Dalam suatu sumber yang dikutip di kaskus.us: Jika menurut penulis terkenal Amerika, Mark Twain, ia mengatakan, "Everyone is a moon and has a dark side he never shown to anybody" (Setiap orang adalah seperti bulan, mempunyai sisi gelap yang tidak pernah ia tunjukkan kepada orang lain). Masih ingatkah dengan kisah legendaris terkenal yang berjudul Dr Jekyll dan Mr Hyde karya sastrawan Inggris terkemuka, Robert Louis Stevenson? Dalam kisah ini diceritakan soal seorang dokter terkemuka yang mempunyai dua sisi kepribadian. Pada suatu saat, dia adalah seorang dokter yang menolong dan membantu orang, menyelamatkan nyawa orang. Namun, setelah meminum ramuan tertentu, dia pun berubah menjadi seorang malaikat maut pencabut nyawa yang berbahaya. Masih mempunyai hubungan dengan kisah ini, adalah film box office beberapa tahun lalu yakni Star Wars. Dalam salah satu kisahnya yakni serial Return of The Sith, diceritakan soal bagaimana seorang Jedi yang hidupnya terhormat bernama Anakin Skywalkers yang kemudian berubah menjadi pria yang ganas dan berbahaya.

Mungkin kutipan di atas terlalu jauh yah dengan maksud saya. Tapi setidaknya mungkin dapat sedikit gambaran. Konfirmasi bahwa setiap orang pasti memiliki sisi ini, hanya yang jadi perbedaan adalah bagaimana sikap kita terhadap sisi ini?

Menurut analisa saya -yang bukan seorang Psikolog atau ahli dalam kejiwaan, hanya mahasiswa Sains- ada dua macam sikap. Pertama, membiarkan sisi hitam ini terserap, menjadi ciri dari dirinya. Jadi terbalik, sisi inilah yang paling sering muncul, sedangkan sisi terang / sisi baik hanya datang sesekali. Kedua, menyadari kalau sisi gelap itu muncul. Nah disini dibagi lagi, apakah: 1) ia sadar namun membiarkan sisi gelap itu keluar, atau: 2) sadar namun mampu meredamnya?

Mungkin kebanyakan orang berada pada posisi kedua, poin satu. Nah kalau saya? Entahlah, pada kasus '7Friends' tahun 2010 jelas posisi kedua poin satu lah yang saya alami. Namun pada kasus dengan ayah saya, saya saat itu sedikit menyadari, namun saya membiarkan sisi gelap itu menguasai diri saya. Dan saat tulisan ini ditulis, sebelumnya ayah saya menelepon, menceritakan tentang mobil (yang sedang dalam proses mutasi dari Jakarta ke Bogor), sisi itu muncul. Saya terdiam sebentar, lalu merespon dengan balasan cukup singkat. Setelah telepon ditutup, sisi itu muncul sambil berkata "harusnya gw balesnya lebih tajem", tapi untunglah itu tidak terjadi.

Jadi, poin yang mana? Tengah-tengah sedikit mepet ke poin satu mungkin. Terkadang sih saya sadar juga jika sedang dalam keadaan seperti itu hati saya berkata: "Istigfhar dit, Astagfirullaahal'adziim", namun terkadang juga setelah itu malah lanjut dan sisi gelap itu menguasai lagi.

Itulah dia: "Kamu tahu kalau itu salah, namun kamu tetap melakukannya." Kalau kata teman saya, Ian, itu namanya orang yang Fasik. Harus kita sadari, sisi gelap itu juga termasuk yang dipengaruhi oleh amarah dan hawa nafsu. Dalam kasus saya, saya dipengaruhi oleh hawa nafsu, lalu berkembang menjadi amarah. Jadi ya kembali lagi ke kualitas Iman kita masing-masing. Saya akui Iman saya belumlah 100%, namun dari sikap dimana saya 'sadar' mungkin suatu pertanda baik dan sebuah kemajuan dibandingkan tahun 2010.

Yah, masih banyak yang harus saya perbaiki, malah, sangat banyak. Dan berakhirlah kepada konklusi bahwa kita harus terus memperbaiki Iman diri kita, lebih dekat lagi kepada Pencipta kita, dan cuplikan status dari teman saya, Naely: "Ujung-ujungnya....
Yang ada di benak.... "kita tuh mw apa sih???? tujuan kita apa sih???"
Jawabnya.... "mempersiapkan diri menghadapi kematian sampai kita siap bilang 'wilujeng sumping ya malaikat 'azroil...' "

Jumat, 20 Januari 2012

Journal of Energy: Hydrogen

Back to blog! Setelah sekitar 5 bulan berkutat di dunia perkuliahan untuk pertama kalinya, ada waktu juga untuk update blog ini. Kesan tentang kehidupan kuliah? Hmm nanti aja dibahasnya, belum ada kesan yang lumayan untuk ditulis haha.

Menyambung dari tulisan sebelumnya tentang energy, lebih spesifiknya saya membahas tentang hidrogen, ternyata - thanks to mata kuliah Biologi Dasar dimana saya disuruh membuat presentasi tentang energi terbarukan - saya menggali info lebih dalam lagi tentang hidrogen ini. Terutama saya membahasnya dalam slide berjudul "Penggunaan Hidrogen Sebagai Energi Masa Depan Dalam Dunia Otomotif".



Jadi pada dasarnya ternyata penggunaan hidrogen sebagai sumber bahan bakar pada kendaraan dibagi menjadi dua: sebagai pengganti bensin pada mesin pembakaran biasa dan sebagai bahan bakar pada fuel cell. Untuk yang pertama sepertinya tidak terlalu booming karena dianggap kurang efisien, sedangkan fuel-cell lebih populer. Fuel cell sendiri sebenarnya adalah perangkat yang mengubah bahan kimia menjadi listrik melalui reaksi kimia, dimana dalam konteks hydrogen fuel cell, sistem fuel cell yang digunakan adalah Proton Exchange Membrane (PEM) Fuel Cell. Fuel cell terdiri dari sisi anoda dan katoda, hidrogen digiring melewati anoda sedangkan oksigen (dari udara) melewati katoda. Di sisi anoda terdapat material platinum - material yang membuat mobil hydrogen fuel cell mahal - yang membuat hidrogen terpisah menjadi ion hidrogen positif (proton) dan elektron negatif. PEM membuat hanya ion hidrogen positif yang diarahkan menuju katoda, sedangkan elektron negatif harus melalui sirkuit eksternal agar menuju katoda, menyebabkan terjadinya arus listrik. Dari sinilah listrik berasal. Pada akhirnya setelah bertemu di katoda, elektron dan ion hidrogen positif bertemu dengan oksigen sehingga menghasilkan air, yang bisa dibilang merupakan 'emisi' dari proses ini.



Beberapa problem yang saya baca di majalah (AutoExpert Vol. 18 : The Battle for Enviromental-Friendly Motoring) adalah proses ini menghasilkan listrik yang relatif kecil, bahan platinum yang mahal, dan hidrogen itu sendiri yang infrastrukturnya belum bisa dibilang memadai. Sehingga saat ini mobil listrik bertenaga baterai-lah yang cukup populer, karena pengembangannya lebih pesat dan kemampuannya mulai menyaingi mobil berbahan bakar fosil. Ditargetkan oleh pabrikan Volkswagen bahwa hingga tahun 2020 baterai mobil mereka akan memiliki jarak tempuh hingga 800 km. Sedangkan untuk saat ini, mobil listrik yang sudah dijual di pasaran yaitu Nissan Leaf baru memiliki jarak tempuh 160 km. Sedangkan mobil hydrogen fuel cell belum secara 'resmi' dijual di pasaran. Honda FCX Clarity, contoh mobil hidrogen, hanya disewakan di Amerika Serikat, Jepang, dan Eropa dengan harga US$600 (sekitar Rp5,5 juta) per bulan karena jika dijual maka harganya diperkirakan menyentuh US$120-140 ribu (+- Rp1,2 miliar) untuk sebuah sedan yang ukurannya kurang lebih seperti Toyota Corolla Altis. Nissan Leaf sendiri dihargai US$35,200 (sekitar Rp320 juta) untuk hatchback seukuran Honda Jazz.

Well, saya sendiri tidak mau skeptis terhadap mobil listrik bertenaga baterai (mengenai post sebelumnya, saat itu saya terinfluence dari tayangan TopGear). Tunggu dulu, saya jelaskan sebelumnya. Pada esensinya kedua tipe mobil ini bisa dikatakan mobil listrik, karena keduanya ditenagai oleh listrik. Hanya saja untuk hydrogen fuel cell mereka menggunakan hidrogen sebagai sumber bahan bakar, sedangkan mobil listrik bertenaga baterai ya mendapat sumber dari baterai yang dicharge dari listrik rumah layaknya laptop. Kelemahannya adalah umur baterai yang terbatas, seperti kita temui pada baterai laptop maupun handphone. Saya masih berpikir, hidrogen-lah yang paling tepat karena prosedur pengisian dan prosesnya hampir sama dengan mobil berbahan bakar fosil. Keberadaannya yang masih melimpah namun harus diakui sulit untuk memprosesnya menjadi bahan bakar siap pakai untuk mobil.

Namun, keduanya sama: memberikan solusi dari bahan bakar fosil yang makin terbatas dan akan habis. Saat ini keduanya ibarat disket berukuran 5 1⁄4-inch dengan kapasitas beberapa kilobyte. Sedangkan saat ini kita memiliki flashdisk dengan kapasitas hingga ratusan gigabyte. Di masa depan nanti pun keduanya akan mengalami evolusi seperti ini. Beruntunglah saya, karena Insya Allah saya akan menjadi bagian dari pengembangan energi untuk masa depan untuk dunia otomotif, dunia yang sangat saya minati. Semoga. Aamiin.


Next: Matahari. Tenaga Surya.